Fandy
menatap pepohonan sekitar kampus yang sedari tadi menyapa Fandy dengan
hembusan-hembusan Angin yang menyegarkan begitu ramah dan bersahabat seakan
tahu dengan apa yang Fandy rasakan.
“Ehmmmm....”
Sapa Nirna sembari menepuk pundak Fandy.
“Astaqfirllah..
Nirna suka banget bikin Fandy kaget” Perlahan Fandy memutar arah duduknya
menghadap ke arah Di mana Nirna duduk.
“Ada
apa kok bengong sendirian?” Tanya Nirna
sembari mencibirkan bibirnya sengaja meledek Fandy.
“Oh..Jadi,
Kamu mau Kita bengong berjamaah?” Tatap Fandy merayu.
“Hemmm
kambuh lagi rupanya, udah.. kalau lagi galau tu galau aja.
angin apakah yang membawamu bengong seperti
ini wahai pemuda tidak
tampan?”
“Angin-angin
kegundahanlah yang membawaku bengong seperti ini wahai jelita
namun tidak cantik” Keduanya terbahak-bahak
mentertawakan syair konyol masing-masing. Memang seperti inilah kebiasaan buruk
keduanya selalu bersyair tidak jelas dalam kondisi apapun.
“Aku
bingung Na..? Ucap Fandy lesu.
“pasti
gara-gara Arinda...” Jawab Nirna tegas dan lantang.
“Tepat
sekali” Fandy cemberut memandang Nirna berharap sahabatnya bisa membantu
seperti biasanya.
“Kenapa
lagi dengan Arinda?” Nirna mengerutkan kening menatap Fandy.
“Edelweis
lagi..” Fandy tertunduk.
“Ampun..Fandy,
sampai kapan Edelweis itu berakhir? Lama-lama punah gara-gara
Arindamu itu” Nirna ikutan sewot merasa kesal
saja dengan tingkah cewek manja seperti Arinda.
“Ya
tidak segitunya juga dong Nirna, setahun sekali ini dan Akupun membelinya
yang harus bertanggung jawabkan orang-orang
yang menjualnya” Masih saja Fandy membela sang kekasih hatinya.
“Tetap
saja orang yang menjual karena ada yang membeli” Nirna tersenyum sinis
“Tolongin
dong..” Fandy merengek pada Nirna sahabatnya.
“Maksud
Kamu Aku harus nyari ke Bromo gitu?” Nirna mulai kesal mau saja Fandy itu
menuruti maunya Arinda yang bisanya cuman minta dan minta tanpa Ia mau tahu
betapa susah payahnya mencari bunga tersebut.
“Bukan,
tapi kita berdua” Jawab Fandy hati-hati supaya sahabatnya mau.
“Bukanya
sama Arinda saja Fan” Nirna berusaha menolak dengan cara yang halus.
“Arinda
tidak mau Na” Sedikit takut Fandy menjelaskan.
“Ya
ampun Fandy Kamu mau banget sih di manfaatin, apa sih alasan Kamu
mempertahankan Arinda, apa coba jadi kasian
Aku sama Kamu” Nirna makin ngedumel.
“Banyak
Na, Aku sayang sama Dia, Dia itu kalem, pendiam kalau bicara lembut” Jelas
Fandy sembari tersenyum.
“Memangnya
semua itu menjamin? haduh cinta memang buta, oke deh demi
persahabatan” Mimik wajah Nirna terlihat
sangat sebal.
“Makasih
ya Na, Kamu emang selalu bisa mengerti Aku”
Sore ini Fandy pergi ke bromo bersama Nirna untuk
membeli bunga Edelweis yang sudah terancam punah ini. entah kenapa mau saja
Fandy menuruti Arinda yang sangat terlihat tidak mencintai alam Kenapa Arinda
mendukung para penjual bunga itu untuk terus menyuruh Fandy membeli sebagai
Kado Ultah setiap Tahun, sebagai lambang keabadian cinta mereka masih saja percaya
hal yang justru sangat merugikan itu bagaimana kalau nantinya Edelweis itu
sudah tidak ada lagi di kawasan TNBTS, Kita seharusnya menjaganya bukan
merusaknya. Sepanjang perjalanan Nirna kepikiran dengan bunga cantik itu Dia
sedih dengan sikap orang-orang yang tidak sedikitpun melindungi bunga keabadian
itu, bahkan mungkin membiarkanya hilang
abadi dari sini.
Kendaraan
Fandy terus berpacu menuju Tumpang, Pintu gerbang menuju tempat tujuan Hampir
Empat Jam perjalanan mereka dari kediri menuju Tumpang.
Mereka
harus menginap di Desa cemoro lawang pemukiman terakhir di kaki Bromo. Demi
mendapatkan bunga Abadi. Tak sabar Fandy ingin memberikanya pada Arinda Ketika
mereka sudah sampai di Kediri.
“Arinda...
Abang datang” Fandy mengetuk pintu Rumah Arinda yang sedikit sepi dari
biasanya, cukup lama Ia menunggu di Luar, namun ketika Hampir saja Fandy
beranjak dari tempat ini, Arinda membuka pintu.
“Taraaa,
Abang bawa Edelweis buat Arinda” Sangat Riang sekali wajah Fandy karena
berhasil membawakan bunga Edelweis untuk Arinda.
“Duduk
dulu bang” Arinda mempersilahkan Fandy duduk di kursi yang sudah di duduki
Fandy ketika menunggu Arinda.
“Suka
kan? Lucu kan?” Fandy mengedipkan matanya.
“Dari
Bromo Ya Bang?” Tanya Arinda lembut inilah kenapa Fandy selalu mempertahankan
Arinda Gadis Ini lembut, Mata Fandy tak beralih terus memandang kekasih
hatinya.
“Iya
dari Bromo, Hafal banget Arinda” Goda Fandy
“Ya
hafal lah..ketahuan ini kalau beli” Ucap Arinda sedikit kecewa.
“Kalau
Enggak Beli, masa Abang minta “ Masih saja Fandy tidak mengerti masksud Arinda.
“Kurang
ada perjuangan Bang kalau beli” Meskipun kecewa masih terlihat manis dan lembut
di hadapan Fandy.
“Siapa
bilang tidak ada perjuanganya, Bromo itu jauh loh, tidak main-main kalau
kesana, musti nginap dan kedinginan masa sih
tidak ada perjuanganya” Fandy mulai Tak bersemangat sembari menunggu apa lagi
yang Arinda minta.
“Teman
Arinda dapat kado dari cowoknya bunga Edelweis yang langsung di petik
Dari Semeru” Arinda tersenyum penuh harapan.
“Ampun...
Arinda yang bener aja, medanya berat banget, kalau ke semeru itu benar
benar melakukan pendakian dan lagi Bang Fandy
bisa di hukum kalau ketahuan
metik bunga itu, Edelweis itu cagar alam yang
di lindungi loh” Banyak cara Fandy menolak tetap saja Arinda memohon.
“Arinda
tega.. Kalau Abang kenapa-kenapa gimana?” Masih saja Fandy berusaha mencari alasan untuk menolak.
“Arinda
yakin Abang baik-baik saja, Abang Kan kuat” Arinda tetap ngotot.
“Ya
Allah Arinda....” Fandy tidak bisa berbuat apa-apa.
“Arinda
mohon, kali ini saja” Arinda terus memohon.
“Iya
deh kali ini saja, tapi kan Ultahnya sudah lewat”
“Tidak
masalah kok bang” Dengan sigap Arinda menjawab.
“Atur
jadwal dulu ya sama teman-teman, soalnya musti rombongan kalau kesana
Atau Arinda mau ikutan?” Fandy mencoba
mengajak kekasih pujaan hatinya.
“Arinda
takut Bang, Arinda kan tidak punya pengalaman mendaki seperti Abang
dan teman-teman Abang” Terang saja Arinda
takut, Ia kan cewek yang manjanya enggak ketulungan, gitu masih bisa Dia
menyuruh Fandy untuk mendaki semeru demi mendapatkan si cantik Edelweis.
Setelah
beberapa minggu Fandy berunding dengan teman-temanya untuk melakukan pendakian
ke semeru dengan para Mapala di kampusnya. Ia tak melupakan sahabatnya Nirna,
meskipun awalnya Nirna menolak ajakan Fandy namun Nirna pun mengambil keputusan
untuk ikut bersama rombongan melakukan pendakian ke semeru itu sangat
menyenangkan meskipun tidak bertujuan untuk menakhlukan sang Maha meru. Mereka berangkat menuju Ranu Pani, perjalanan
penuh terjal hingga mereka sampai di Ranu pani sekitar pukul 18:45 Waktu
setempat mereka membawa Tenda dan bermalam di Ranu pani. Fandy beringsut
mendekati Nirna yang senyum-senyum sendiri memandangi indahnya tempat ini.
“Kenapa
Fan?” Tanya Nirna tanpa memandang wajah Fandy.
“Indah
banget ya?” Fandy pun tak mau kalah matanya memandang ke langit hamparan bintang
yang tersenyum melihat mereka dari atas sana.
“Jempol
buat Kamu, demi Arinda Kamu membawa kita ke tempat yang seindah ini”
“Tidak
sepenuhnya demi Dia Kok, ya meskipun Aku seharusnya berterima kasih
sama Dia, berkat Dia mataku bisa terbuka dari
kebutaan cinta yang selama ini Aku
rasakan” Fandy tersenyum menatap Nirna.
“Maksud
Kamu?” Nirna sedikit tidak mengerti kata-kata Fandy. Namun Fandy tak menjawab
Ia mendatangi teman-teman yang dari tadi sudah berada di dalam begitu pun Nirna
menuju tenda wanita. Di dalam sudah ada Mela dan juga lala, mereka tertidur
lelap sekali di bawah tenda Ranu pani. Hingga pagi membawa mereka untuk bangun
dan menyiapkan Diri menuju Ranu kumbolo. Perjalanan ini membawa kisah
tersendiri bagi mereka. Mereka mulai mendaki melintasi bukit di bawah
cengkraman hutan Rimba belum jauh perjalanan mereka Nirna sudah mulai teler.
“Break”
Ucap Zidan ketua Rombongan mendaki memberi aba-aba karena Ia melihat Nirna yang
sudah lemas.
“Nirna
masih sanggup?” Zidan bertanya pada Nirna yang sudah mulai melemah seperti ke
Dua teman wanita mereka mela dan Lala.
“Gimana?
lanjut?” Zidan selalu bertanya kondisi teman-temanya.
“Lanjut...”
Jawab teman-temanya lantang tidak dengan ke tiga wanita yang sudah mulai
kelelahan mereka hanya tersenyum. Dan Kali ini Break lagi sekitar 25 Menit
untuk mengobati Kaki Nirna yang terluka.
“Indah
ya..” Nirna senyum-senyum memandangi hutan sekitar lereng semeru.
“Hemm
saking Indahnya Kakinya di kasih betadin juga enggak ada perih-perihnya” Gumam
Fandy sembari membalut Kaki sahabatnya yang terluka Zidan hanya tersenyum yang
di ikuti cekikikan Mela dan juga Lala.
Perjalanan
ini cukup melelahkan, sepertinya gara-gara Kaki Nirna yang terluka membuat
Zidan sedikit khawatir sesekali Ia memandang Nirna, Nirna menyambut hangat
senyuman Zidan, tiba-tiba Fandy mengulurkan tanganya.
“Kenapa?”
Nirna kebingungan.
“Tuh
jurangnya curam begitu, hati-hati pegang yang kuat” Senyumnya Fandy menyejukan
Jiwa Nirna begitu pun sebaliknya mereka saling Pandang Hingga tertinggal dari
rombongan.
“Masih
Kuat?” Fandy menghawatirkan sahabatnya.
“Masih
dong, Eh Fan Edelweisnya Indah banget” Nirna melihat hamparan Edelweis di
sekitar Ranu kumbolo surganya Gunung semeru. Fandy seolah bercengkrama dengan
hamparan bunga abadi ini.
“Tega
Kamu kalau sampai di petik, kita harus menyayangi dan melindungi mereka
Fan” Nirna membelai lembut bunga Abadi
tersebut penuh kasih sayang. Nirna Duduk di antara bunga dan rerumputan sembari
mencium wewangian Edelweis.
“Siapa
yang mau metik, sok tahu Kamu” Fandy melirik Nirna yang juga ikut serta duduk
di sampingnya.
“Bukanya
itu tujuan utama kamu kesini Fan?” Nirna semakin bingung dengan jalan fikiran
Fandy.
“Awalnya
sih begitu tapi setelah Aku melewati semua ini, dan melihat betapa
Indahnya tempat ini, membuat Aku tidak ingin
menyakiti dan mengusik keindahan
di sini apa lagi sampai memetik si cantik ini
dan Aku tidak Akan memetikanya untuk
Arinda” Mata Fandy terus memandang Nirna yang
masih saja bingung, Tangan Fandy tepat berada di pangkal tangkai bunga Abadi
seolah ingin memetiknya.
“Fandy
jangan, katanya sayang sama si cantik Edelweis”
“Tapi
Aku mau kasih buat Kamu Nirna” Fandy menggoda Nirna.
“Tidak..
Aku tidak mau” Nirna meraihnya dengan lembut.
“Meskipun
Aku tidak memetiknya Tapi Bunga ini ku persembahkan Cuma buat
Kamu, Kamu yang lebih pantas menyandang
keabadian Cinta ku”
“Lebay...
Ngaco Kamu Fan” Wajah Nirna memerah di terpa angin yang sedikit kencang menyapa
mereka berdua.
“Serius,
perjalanan ini cukup membuka hati dan mata Aku, untuk melihat siapa yang
lebih pantas di perjuangkan” Nirna tersenyum
memandang Fandy melangkah menuju Ranu kumbolo.
“Kalau
memang serius, gendong Aku melewati tanjakan cinta” Pinta Nirna menggoda
sahabatnya. Dan Fandy pun langsung menggendong Nirna. Baru melangkah beberapa
langkah mereka terjatuh. Nirna terpingkal-pingkal melihat wajah Fandy yang
kelelahan. Fandy dan Nirna juga teman-teman yang lain bermalam di Ranu Kumbolo.
Fandy sudah punya keputusan untuk mengakhiri Arinda yang terlalu Dramatis. Dan
lebih suka menghabiskan waktu dengan sahabatnya Nirna.
SINOPSIS
EDELWEIS UNTUK NIRNA
Nirna
adalah seorang Mahasisiwi tak lain adalah sahabat Fandy, Fandy dan Nirna
bersahabat cukup dekat bahkan urusan pacar pun Fandy tak segan untuk
menceritakan pada Nirna sahabatnya. Keduanya saling melengkapi di mana ketika
salah satu di antaranya sangat membutuhkan pertolongan.
Seperti
pada saat Fandy di tuntut sang kekasih Hatinya (Arinda) mencari Edelweis
sebagai Kado Ultah setiap tahunya. Fandy yang di temani Nirna pergi ke Bromo
demi mencari Edelweis Cagar Alam yang di lindungi ini, seharusnya sikap Arinda
tidak seperti ini Dia tidak mencontohkan sebagai warga negara yang baik bahkan
mendukung Edelweis untuk punah abadi dari kawasan TNBTS ini.
Namun
usaha mereka tak di terima baik oleh Arinda tanpa pikir panjang Arinda menyuruh
Fandy mencari Edelweis ke Semeru langsung yang tentu saja membuat Fandy sangat
terkejut. Seperti yang kita tahu untuk pergi ke semeru harus melakukan
persiapan matang dari kekuatan Mental dan juga Fisik. Bagaimana tidak
cengkraman hutan rimba serta jurang yang sangat ekstrim tentu membuat kita berfikir
panjang untuk kesana.
Dan
Akhirnya Fandy dan teman-teman Mapala dari kampusnya pergi ke semeru melalui
jalur Tumpang-Ranu Pani-Ranu Kumbolo Tujuan utama. Yang sangat menguras tenaga
dan pengorbanan yang luar biasa Namun terbalas karena suguhan Keindahan alam di
sini, Ranu Kumbolo adalah surganya Gunung semeru. Begitulah perjalananya Fandy
menyadari Bahwa Wanita manja seperti Arinda tidak pantas di perjuangkan seperti
ini. Arinda bukan keabadian cintanya sembari tersenyum dan mempersembahkan
Edelweis pada sahabatnya tanpa melepas dari tangkainya. Mereka membiarkan
Edelweis hidup bahagia tanpa merusak dan mengganggunya.
No comments:
Post a Comment