Sunday, February 8, 2015

EDELWEISH UNTUK NIRNA



          Fandy menatap pepohonan sekitar kampus yang sedari tadi menyapa Fandy dengan hembusan-hembusan Angin yang menyegarkan begitu ramah dan bersahabat seakan tahu dengan apa yang Fandy rasakan.     
          “Ehmmmm....” Sapa Nirna sembari menepuk pundak Fandy.
          “Astaqfirllah.. Nirna suka banget bikin Fandy kaget” Perlahan Fandy memutar arah duduknya menghadap ke arah Di mana Nirna duduk.
          “Ada apa kok  bengong sendirian?” Tanya Nirna sembari mencibirkan bibirnya sengaja meledek Fandy.
          “Oh..Jadi, Kamu mau Kita bengong berjamaah?” Tatap Fandy merayu.
          “Hemmm kambuh lagi rupanya, udah.. kalau lagi galau tu galau aja.
           angin apakah yang membawamu bengong seperti ini wahai pemuda tidak
           tampan?”
          “Angin-angin kegundahanlah yang membawaku bengong seperti ini wahai jelita
           namun tidak cantik” Keduanya terbahak-bahak mentertawakan syair konyol masing-masing. Memang seperti inilah kebiasaan buruk keduanya selalu bersyair tidak jelas dalam kondisi apapun.
          “Aku bingung Na..? Ucap Fandy lesu.
          “pasti gara-gara Arinda...” Jawab Nirna tegas dan lantang.
          “Tepat sekali” Fandy cemberut memandang Nirna berharap sahabatnya bisa membantu seperti biasanya.
          “Kenapa lagi dengan Arinda?” Nirna mengerutkan kening menatap Fandy.
          “Edelweis lagi..” Fandy tertunduk.
          “Ampun..Fandy, sampai kapan Edelweis itu berakhir? Lama-lama punah gara-gara
           Arindamu itu” Nirna ikutan sewot merasa kesal saja dengan tingkah cewek manja seperti Arinda.
          “Ya tidak segitunya juga dong Nirna, setahun sekali ini dan Akupun membelinya
           yang harus bertanggung jawabkan orang-orang yang menjualnya” Masih saja Fandy membela sang kekasih hatinya.
          “Tetap saja orang yang menjual karena ada yang membeli” Nirna tersenyum sinis
          “Tolongin dong..” Fandy merengek pada Nirna sahabatnya.
          “Maksud Kamu Aku harus nyari ke Bromo gitu?” Nirna mulai kesal mau saja Fandy itu menuruti maunya Arinda yang bisanya cuman minta dan minta tanpa Ia mau tahu betapa susah payahnya mencari bunga tersebut.
          “Bukan, tapi kita berdua” Jawab Fandy hati-hati supaya sahabatnya mau.
          “Bukanya sama Arinda saja Fan” Nirna berusaha menolak dengan cara yang halus.
          “Arinda tidak mau Na” Sedikit takut Fandy menjelaskan.
          “Ya ampun Fandy Kamu mau banget sih di manfaatin, apa sih alasan Kamu
           mempertahankan Arinda, apa coba jadi kasian Aku sama Kamu” Nirna makin ngedumel.
          “Banyak Na, Aku sayang sama Dia, Dia itu kalem, pendiam kalau bicara lembut” Jelas Fandy sembari tersenyum.
          “Memangnya semua itu menjamin? haduh cinta memang buta, oke deh demi
           persahabatan” Mimik wajah Nirna terlihat sangat sebal.
          “Makasih ya Na, Kamu emang selalu bisa mengerti Aku”
           Sore ini Fandy pergi ke bromo bersama Nirna untuk membeli bunga Edelweis yang sudah terancam punah ini. entah kenapa mau saja Fandy menuruti Arinda yang sangat terlihat tidak mencintai alam Kenapa Arinda mendukung para penjual bunga itu untuk terus menyuruh Fandy membeli sebagai Kado Ultah setiap Tahun, sebagai lambang keabadian cinta mereka masih saja percaya hal yang justru sangat merugikan itu bagaimana kalau nantinya Edelweis itu sudah tidak ada lagi di kawasan TNBTS, Kita seharusnya menjaganya bukan merusaknya. Sepanjang perjalanan Nirna kepikiran dengan bunga cantik itu Dia sedih dengan sikap orang-orang yang tidak sedikitpun melindungi bunga keabadian itu, bahkan mungkin membiarkanya  hilang abadi dari sini.
          Kendaraan Fandy terus berpacu menuju Tumpang, Pintu gerbang menuju tempat tujuan Hampir Empat Jam perjalanan mereka dari kediri menuju Tumpang.
          Mereka harus menginap di Desa cemoro lawang pemukiman terakhir di kaki Bromo. Demi mendapatkan bunga Abadi. Tak sabar Fandy ingin memberikanya pada Arinda Ketika mereka sudah sampai di Kediri.
            “Arinda... Abang datang” Fandy mengetuk pintu Rumah Arinda yang sedikit sepi dari biasanya, cukup lama Ia menunggu di Luar, namun ketika Hampir saja Fandy beranjak dari tempat ini, Arinda membuka pintu.
          “Taraaa, Abang bawa Edelweis buat Arinda” Sangat Riang sekali wajah Fandy karena berhasil membawakan bunga Edelweis untuk Arinda.
          “Duduk dulu bang” Arinda mempersilahkan Fandy duduk di kursi yang sudah di duduki Fandy ketika menunggu Arinda.
          “Suka kan? Lucu kan?” Fandy mengedipkan matanya.
          “Dari Bromo Ya Bang?” Tanya Arinda lembut inilah kenapa Fandy selalu mempertahankan Arinda Gadis Ini lembut, Mata Fandy tak beralih terus memandang kekasih hatinya.
          “Iya dari Bromo, Hafal banget Arinda” Goda Fandy
          “Ya hafal lah..ketahuan ini kalau beli” Ucap Arinda sedikit kecewa.
          “Kalau Enggak Beli, masa Abang minta “ Masih saja Fandy tidak mengerti masksud Arinda.
          “Kurang ada perjuangan Bang kalau beli” Meskipun kecewa masih terlihat manis dan lembut di hadapan Fandy.
          “Siapa bilang tidak ada perjuanganya, Bromo itu jauh loh, tidak main-main kalau
           kesana, musti nginap dan kedinginan masa sih tidak ada perjuanganya” Fandy mulai Tak bersemangat sembari menunggu apa lagi yang Arinda minta.
          “Teman Arinda dapat kado dari cowoknya bunga Edelweis yang langsung di petik
           Dari Semeru” Arinda tersenyum penuh harapan.
          “Ampun... Arinda yang bener aja, medanya berat banget, kalau ke semeru itu benar
           benar melakukan pendakian dan lagi Bang Fandy bisa di hukum kalau ketahuan
           metik bunga itu, Edelweis itu cagar alam yang di lindungi loh” Banyak cara Fandy menolak tetap saja Arinda memohon.
          “Arinda tega.. Kalau Abang kenapa-kenapa gimana?” Masih saja  Fandy berusaha mencari alasan untuk menolak.
          “Arinda yakin Abang baik-baik saja, Abang Kan kuat” Arinda tetap ngotot.
          “Ya Allah Arinda....” Fandy tidak bisa berbuat apa-apa.
          “Arinda mohon, kali ini saja” Arinda terus memohon.
          “Iya deh kali ini saja, tapi kan Ultahnya sudah lewat”
          “Tidak masalah kok bang” Dengan sigap Arinda menjawab.
          “Atur jadwal dulu ya sama teman-teman, soalnya musti rombongan kalau kesana
           Atau Arinda mau ikutan?” Fandy mencoba mengajak kekasih pujaan hatinya.
          “Arinda takut Bang, Arinda kan tidak punya pengalaman mendaki seperti Abang
           dan teman-teman Abang” Terang saja Arinda takut, Ia kan cewek yang manjanya enggak ketulungan, gitu masih bisa Dia menyuruh Fandy untuk mendaki semeru demi mendapatkan si cantik Edelweis.
          Setelah beberapa minggu Fandy berunding dengan teman-temanya untuk melakukan pendakian ke semeru dengan para Mapala di kampusnya. Ia tak melupakan sahabatnya Nirna, meskipun awalnya Nirna menolak ajakan Fandy namun Nirna pun mengambil keputusan untuk ikut bersama rombongan melakukan pendakian ke semeru itu sangat menyenangkan meskipun tidak bertujuan untuk menakhlukan sang Maha meru.           Mereka berangkat menuju Ranu Pani, perjalanan penuh terjal hingga mereka sampai di Ranu pani sekitar pukul 18:45 Waktu setempat mereka membawa Tenda dan bermalam di Ranu pani. Fandy beringsut mendekati Nirna yang senyum-senyum sendiri memandangi indahnya tempat ini.
          “Kenapa Fan?” Tanya Nirna tanpa memandang wajah Fandy.
          “Indah banget ya?” Fandy pun tak mau kalah matanya memandang ke langit hamparan bintang yang tersenyum melihat mereka dari atas sana.
          “Jempol buat Kamu, demi Arinda Kamu membawa kita ke tempat yang seindah ini”
          “Tidak sepenuhnya demi Dia Kok, ya meskipun Aku seharusnya berterima kasih
           sama Dia, berkat Dia mataku bisa terbuka dari kebutaan cinta yang selama ini Aku
           rasakan” Fandy tersenyum menatap Nirna.
          “Maksud Kamu?” Nirna sedikit tidak mengerti kata-kata Fandy. Namun Fandy tak menjawab Ia mendatangi teman-teman yang dari tadi sudah berada di dalam begitu pun Nirna menuju tenda wanita. Di dalam sudah ada Mela dan juga lala, mereka tertidur lelap sekali di bawah tenda Ranu pani. Hingga pagi membawa mereka untuk bangun dan menyiapkan Diri menuju Ranu kumbolo. Perjalanan ini membawa kisah tersendiri bagi mereka. Mereka mulai mendaki melintasi bukit di bawah cengkraman hutan Rimba belum jauh perjalanan mereka Nirna sudah mulai teler.
          “Break” Ucap Zidan ketua Rombongan mendaki memberi aba-aba karena Ia melihat Nirna yang sudah lemas.
          “Nirna masih sanggup?” Zidan bertanya pada Nirna yang sudah mulai melemah seperti ke Dua teman wanita mereka mela dan Lala.
          “Gimana? lanjut?” Zidan selalu bertanya kondisi teman-temanya.
          “Lanjut...” Jawab teman-temanya lantang tidak dengan ke tiga wanita yang sudah mulai kelelahan mereka hanya tersenyum. Dan Kali ini Break lagi sekitar 25 Menit untuk mengobati Kaki Nirna yang terluka.
          “Indah ya..” Nirna senyum-senyum memandangi hutan sekitar lereng semeru.
          “Hemm saking Indahnya Kakinya di kasih betadin juga enggak ada perih-perihnya” Gumam Fandy sembari membalut Kaki sahabatnya yang terluka Zidan hanya tersenyum yang di ikuti cekikikan Mela dan juga Lala.
          Perjalanan ini cukup melelahkan, sepertinya gara-gara Kaki Nirna yang terluka membuat Zidan sedikit khawatir sesekali Ia memandang Nirna, Nirna menyambut hangat senyuman Zidan, tiba-tiba Fandy mengulurkan tanganya.
          “Kenapa?” Nirna kebingungan.
          “Tuh jurangnya curam begitu, hati-hati pegang yang kuat” Senyumnya Fandy menyejukan Jiwa Nirna begitu pun sebaliknya mereka saling Pandang Hingga tertinggal dari rombongan.
          “Masih Kuat?” Fandy menghawatirkan sahabatnya.
          “Masih dong, Eh Fan Edelweisnya Indah banget” Nirna melihat hamparan Edelweis di sekitar Ranu kumbolo surganya Gunung semeru. Fandy seolah bercengkrama dengan hamparan bunga abadi ini.
          “Tega Kamu kalau sampai di petik, kita harus menyayangi dan melindungi mereka
           Fan” Nirna membelai lembut bunga Abadi tersebut penuh kasih sayang. Nirna Duduk di antara bunga dan rerumputan sembari mencium wewangian Edelweis.
          “Siapa yang mau metik, sok tahu Kamu” Fandy melirik Nirna yang juga ikut serta duduk di sampingnya.
          “Bukanya itu tujuan utama kamu kesini Fan?” Nirna semakin bingung dengan jalan fikiran Fandy.
          “Awalnya sih begitu tapi setelah Aku melewati semua ini, dan melihat betapa
           Indahnya tempat ini, membuat Aku tidak ingin menyakiti dan mengusik keindahan
           di sini apa lagi sampai memetik si cantik ini dan Aku tidak Akan memetikanya untuk
           Arinda” Mata Fandy terus memandang Nirna yang masih saja bingung, Tangan Fandy tepat berada di pangkal tangkai bunga Abadi seolah ingin memetiknya.
          “Fandy jangan, katanya sayang sama si cantik Edelweis”
          “Tapi Aku mau kasih buat Kamu Nirna” Fandy menggoda Nirna.
          “Tidak.. Aku tidak mau” Nirna meraihnya dengan lembut.
          “Meskipun Aku tidak memetiknya Tapi Bunga ini ku persembahkan Cuma buat
           Kamu, Kamu yang lebih pantas menyandang keabadian Cinta ku”
          “Lebay... Ngaco Kamu Fan” Wajah Nirna memerah di terpa angin yang sedikit kencang menyapa mereka berdua.
          “Serius, perjalanan ini cukup membuka hati dan mata Aku, untuk melihat siapa yang
           lebih pantas di perjuangkan” Nirna tersenyum memandang Fandy melangkah menuju Ranu kumbolo.
          “Kalau memang serius, gendong Aku melewati tanjakan cinta” Pinta Nirna menggoda sahabatnya. Dan Fandy pun langsung menggendong Nirna. Baru melangkah beberapa langkah mereka terjatuh. Nirna terpingkal-pingkal melihat wajah Fandy yang kelelahan. Fandy dan Nirna juga teman-teman yang lain bermalam di Ranu Kumbolo. Fandy sudah punya keputusan untuk mengakhiri Arinda yang terlalu Dramatis. Dan lebih suka menghabiskan waktu dengan sahabatnya Nirna.
         
                                    SINOPSIS EDELWEIS UNTUK NIRNA
          Nirna adalah seorang Mahasisiwi tak lain adalah sahabat Fandy, Fandy dan Nirna bersahabat cukup dekat bahkan urusan pacar pun Fandy tak segan untuk menceritakan pada Nirna sahabatnya. Keduanya saling melengkapi di mana ketika salah satu di antaranya sangat membutuhkan pertolongan.
          Seperti pada saat Fandy di tuntut sang kekasih Hatinya (Arinda) mencari Edelweis sebagai Kado Ultah setiap tahunya. Fandy yang di temani Nirna pergi ke Bromo demi mencari Edelweis Cagar Alam yang di lindungi ini, seharusnya sikap Arinda tidak seperti ini Dia tidak mencontohkan sebagai warga negara yang baik bahkan mendukung Edelweis untuk punah abadi dari kawasan TNBTS ini.
          Namun usaha mereka tak di terima baik oleh Arinda tanpa pikir panjang Arinda menyuruh Fandy mencari Edelweis ke Semeru langsung yang tentu saja membuat Fandy sangat terkejut. Seperti yang kita tahu untuk pergi ke semeru harus melakukan persiapan matang dari kekuatan Mental dan juga Fisik. Bagaimana tidak cengkraman hutan rimba serta jurang yang sangat ekstrim tentu membuat kita berfikir panjang untuk kesana.
          Dan Akhirnya Fandy dan teman-teman Mapala dari kampusnya pergi ke semeru melalui jalur Tumpang-Ranu Pani-Ranu Kumbolo Tujuan utama. Yang sangat menguras tenaga dan pengorbanan yang luar biasa Namun terbalas karena suguhan Keindahan alam di sini, Ranu Kumbolo adalah surganya Gunung semeru. Begitulah perjalananya Fandy menyadari Bahwa Wanita manja seperti Arinda tidak pantas di perjuangkan seperti ini. Arinda bukan keabadian cintanya sembari tersenyum dan mempersembahkan Edelweis pada sahabatnya tanpa melepas dari tangkainya. Mereka membiarkan Edelweis hidup bahagia tanpa merusak dan mengganggunya.

No comments:

Post a Comment