Tuesday, December 6, 2016

Bagian Tidak Terberitakan dari aksi super damai 212

Bagian Tidak Terberitakan dari #Aksisuperdamai212

TERLEPAS dari ada di mana posisi Anda, 2 Desember 2016 mungkin akan jadi hari yang akan diingat bagi semua pihak di Indonesia (kalau tidak dunia, mungkin juga akhirat?)

Jum’at tanggal 2 kemarin, saya mengantarkan Bapak dan Ibuk saya menuju #AksiSuperDamai212 dari Bandung. Sebelumnya, saya pergi ke aksi tersebut hanya dengan niat mengantarkan Bapak Ibuk, serta rasa penasaran ‘ah masa sih ada hatespeech beneran di aksi damai begitu?’ Kami berangkat dari Bandung sekitar pukul 03.30 pagi, mengendarai mobil pribadi. Berhenti sejenak di sebuah rest area untuk shalat shubuh, dan menemukan banyak Jama’ah yang juga hendak menuju ke Monas. Subuhannya penuh, serasa mudik, hhe.

Singkat cerita, tadinya kami mau menuju Monas melalui jalur Sudirman, tetapi berhubung tol dalam kota sangat macet akibat bus dan kendaraan Jama’ah maka kami mengarah ke Salemba. Sepanjang perjalanan, ternyata kami bersamaan dengan iring iringan FPI, FBR, dan ormas lain. Posisinya ada di kiri jalan, serta terlihat wajah senyum abang FPI seperti di foto di bawah. Berikut sedikit fotonya.

Di perjalanan, kami melewati fly over yang menuju salemba (gue gak tau namanya fly over apa wkwk), dan terlihat kondisi jalan yang amat macet.

Lajur menuju Salemba, padat oleh bis, mobil, motoris dan pejalan kaki.

Selama perjalanan tersebut, saya tidak sekalipun mendengar kalimat ‘Tangkap Ahok’, ‘Adili Ahok’, atau bahkan yang lebih parah. Memang Jama’ah ada yang membawa poster bertuliskan hal senada, tetapi itu dibawa masing-masing. Poster yang dibagikan adalah poster ‘Aksi Bela Islam III’. Hmm.

Sesampainya di Salemba, kemudian kami memarkirkan kendaraan di Pasar Kenari dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan kaki, kami melihat semangat umat yang bergegas ingin menuju Monas untuk mengamankan tempat shalat, bukan, bukan nafsu amarah.

Terlihat Jama’ah yang dengan ramah salim dengan petugas TNI area tersebut sembari menyapa, ‘Assalamu’alaikum pak.’ dan dijawab, ‘Wa’alaikumsalam, semangat ya Pak, Bu.’ Setiap beberapa meter terlihat orang yang membagikan makanan dan minuman gratis, dan sebagian besarnya TIDAK berbaju putih ataupun berseragam ormas. Satpam gedung setempat, pekerja setempat (mungkin ada juga yang dari daerah lain?), ikut membagikan. Ramah dan hangat.

Terlihat pula di jalan, Ranger Oranje DKI yang bersiap menuju lokasi tugas tetapi terjebak macet. Tidak apa-apa, bisa sambil merekam aksi yang tidak setahun sekali ini. Selain itu juga terlihat Jama’ah yang bersepeda menuju Monas.

Semakin dekat dengan area Tugu Tani, tersadar kami ternyata serombongan dengan ormas yang katanya beringas, barbar, savage. FPI, HTI, you name it. Ada juga rombongan FBR, FORKABI, Indonesia Tahajjud di antara kami. Biasanya, netizen sering mengatakan jika ada dua ormas pertama tadi siap siap saja mendengar seruan “Ganti NKRI Dengan Khilafah!” atau “Hukum Ahok Kafir Cina.” Nyatanya, TIDAK SATUPUN kalimat itu ataupun senada terdengar. Tidak pula ada catcalling. Hanya takbir dan shalawat yang terus terucap, diselingi ucapan “Silakan sarapan! Roti gratis, kopi gratis, minum dan buah juga!” Bendera hitam putih berkibar beriringan dengan Merah Putih. Bangga dan haru.

Dalam perjalanan saya tetap melihat Jama’ah yang dengan ikhlas membagikan, bahkan mengajak ngopi, haha. Berikut fotonya.

Sesampainya di area Tugu Tani, tidak bisa lagi rupanya kami maju ke arah Monas. Ya sudah, jadilah kami menggelar sajadah di area tersebut. Melihat jumlah massa yang sangat banyak (gue nggak mau berdebat soal berapa jumlah pastinya, ya), tentu bagi sebagian orang menjadi saat yang tepat untuk mendokumentasikan momen ini. Sebagian besar Jama’ah berwudhu di sisi taman tugu tani, sebab tidak ada satupun mobil wudhu atau toilet di sekitar sana. Jama’ah wanita berada di sekitar Jama’ah pria.

Shalat Jum’at dilaksanakan dengan relay langsung dari Monas, sejak Adzan pertama hingga khotbah, begitupun mulai takbiratul ihram hingga qunut yang Subhanallah. Teknisnya saya tidak tahu, jauh dari lokasi speaker, haha. Sepanjang Jum’atan, sejak langit terang hingga hujan angin, tidak ada satu Jama’ah pun yang pindah ataupun mengeluh. Semua disenyumi saja. “Hujan gini mah Rahmat Allah lagi turun dek, ga ape ape dah sini aja. Bedoa,” ujar seorang bapak di sebelah saya.

Bagi saya, tidak ada hal termanis selain bisa melihat Ibuk Bapak saya bersukacita, so excited, sebab melihat ummat yang begitu banyak, dan tidak ada satupun yang berucap benci. Bershalawat, berdo’a, bertakbir. Belum tentu saya bisa membuat mereka bahagia begini (seingat saya, ketika saya wisuda pun tidak sedemikian bahagianya). Air mata saya pun tertumpah bersama hujan. Do’a kami tertiup bersama angin, semoga sampai di hadirat-Mu.

Selesai shalat dan berdo’a, hujan berhenti. Jama’ah pun berangsur balik kanan lalu cari makan (lapar, hhe). Warung dan kaki lima sekitar kwitang ramai dipadati Jama’ah. Alhamdulillah sebuah berkah tersendiri bagi warga. Pun terlihat satgas emergency dari Klaten membagikan roti dan minum.

Sepulangnya, kami melewati area kwitang dalam, kemudian terlihat hal yang … hebat. Tepat di perumahan kumuh sisi sungai Ciliwung, warga berkumpul–mungkin penasaran–seakan menyambut Jama’ah. Di antara warga ada yang rumahnya kurang layak, hanya sebesar los warung, tetapi menuliskan di sobekan kardus “KOPI GRATIS”. Saya tidak yakin beliau dapat dana dari donatur elite global ketika rumahnya lebih memprihatinkan tetapi ikhlas menyediakan kopi gratis. Air panas itu pakai gas, kopinya beli. Tidakkah duitnya lebih baik buat kebutuhan sehari hari saja? Tidak hari ini, Bung.

Mungkin isu bahwa aksi ini merupakan ‘aksi politis berkedok agama’ itu benar. Mungkin juga salah. Mungkin ada agenda besar dibalik ini semua dan kami hanya pion-pion. Mungkin juga tidak. Anda bebas memercayai yang Anda mau.

Akhir kata, saya memilih memercayai apa yang saya lihat langsung. Bahwa bangsa ini masih punya harapan, bangsa ini masih bisa maju. Syaratnya satu, Respect dan berpikiran terbuka. Saya pun memercayai bahwa sifat baik akan menular, maka respek dan keterbukaan pikiran harus dimulai dari setiap kita (yang katanya lebih punya common sense). []

3/12/2016, Bandung.

Sumber: https://relativeinfinity.wordpress.com/2016/12/03/bagian-tidak-terberitakan-dari-aksisuperdamai212/

COPYRIGHT DISCLAIMER REDAKSI IKLAN
Copyright © 2011 - 2016 Islampos.com.

No comments:

Post a Comment